Perbedaan
CyberLaw di Berbagai Negara. Perbandingan CyberLaw, Computer Crime Act,
Council of Europe Convention on CyberCrime (COECCC). Implikasi
Pemberlakuan RUU ITE di Indonesia.
Perbedaan CyberLaw di Berbagai Negara.
PERBEDAAN CYBER LAW DI BERBAGAI NEGARA (INDONESIA, MALAYSIA, SINGAPORE, VIETNAM, THAILAND, AMERIKA SERIKAT)
CYBER LAW NEGARA INDONESIA:
Inisiatif untuk membuat “cyberlaw” di Indonesia sudah dimulai sebelum
tahun 1999. Fokus utama waktu itu adalah pada “payung hukum” yang
generik dan sedikit mengenai transaksi elektronik. Pendekatan “payung”
ini dilakukan agar ada sebuah basis yang dapat digunakan oleh
undang-undang dan peraturan lainnya. Namun pada kenyataannya hal ini
tidak terlaksana. Untuk hal yang terkait dengan transaksi elektronik,
pengakuan digital signature sama seperti tanda tangan konvensional
merupakan target. Jika digital signature dapat diakui, maka hal ini akan
mempermudah banyak hal seperti electronic commerce (e-commerce),
electronic procurement (e-procurement), dan berbagai transaksi
elektronik lainnya. Namun ternyata dalam perjalanannya ada beberapa
masukan sehingga hal-hal lain pun masuk ke dalam rancangan “cyberlaw”
Indonesia. Beberapa hal yang mungkin masuk antara lain adalah hal-hal
yang terkait dengan kejahatan di dunia maya (cybercrime), penyalahgunaan
penggunaan komputer, hacking, membocorkan password, electronic banking,
pemanfaatan internet untuk pemerintahan (e-government) dan kesehatan,
masalah HaKI, penyalahgunaan nama domain, dan masalah privasi. Nama dari
RUU ini pun berubah dari Pemanfaatan Teknologi Informasi, ke Transaksi
Elektronik, dan akhirnya menjadi RUU Informasi dan Transaksi Elektronik.
Di luar negeri umumnya materi ini dipecah-pecah menjadi beberapa
undang-undang. Ada satu hal yang menarik mengenai rancangan cyberlaw ini
yang terkait dengan teritori. Misalkan seorang cracker dari sebuah
negara Eropa melakukan pengrusakan terhadap sebuah situs di Indonesia.
Salah satu pendekatan yang diambil adalah jika akibat dari aktivitas
crackingnya terasa di Indonesia, maka Indonesia berhak mengadili yang
bersangkutan. Yang dapat kita lakukan adalah menangkap cracker ini jika
dia mengunjungi Indonesia. Dengan kata lain, dia kehilangan kesempatan /
hak untuk mengunjungi sebuah tempat di dunia.
CYBER LAW NEGARA MALAYSIA:
Digital Signature Act 1997 merupakan Cyberlaw pertama yang disahkan oleh
parlemen Malaysia. Tujuan Cyberlaw ini, adalah untuk memungkinkan
perusahaan dan konsumen untuk menggunakan tanda tangan elektronik (bukan
tanda tangan tulisan tangan) dalam hukum dan transaksi bisnis. Para
Cyberlaw berikutnya yang akan berlaku adalah Telemedicine Act 1997.
Cyberlaw ini praktisi medis untuk memberdayakan memberikan pelayanan
medis / konsultasi dari lokasi jauh melalui menggunakan fasilitas
komunikasi elektronik seperti konferensi video.
CYBER LAW NEGARA SINGAPORE:
The Electronic Transactions Act telah ada sejak 10 Juli 1998 untuk
menciptakan kerangka yang sah tentang undang-undang untuk transaksi
perdagangan elektronik di Singapore. ETA dibuat dengan tujuan :
- Memudahkan komunikasi elektronik atas pertolongan arsip elektronik yang dapat dipercaya;
- Memudahkan perdagangan elektronik, yaitu menghapuskan penghalang perdagangan elektronik yang tidak sah atas penulisan dan persyaratan tandatangan, dan untuk mempromosikan pengembangan dari undang-undang dan infrastruktur bisnis diperlukan untuk menerapkan menjamin/mengamankan perdagangan elektronik;
- Memudahkan penyimpanan secara elektronik tentang dokumen pemerintah dan perusahaan
- Meminimalkan timbulnya arsip alektronik yang sama (double), perubahan yang tidak disengaja dan disengaja tentang arsip, dan penipuan dalam perdagangan elektronik, dll;
- Membantu menuju keseragaman aturan, peraturan dan mengenai pengesahan dan integritas dari arsip elektronik.
- Mempromosikan kepercayaan, integritas dan keandalan dari arsip elektronik dan perdagangan elektronik, dan untuk membantu perkembangan dan pengembangan dari perdagangan elektronik melalui penggunaan tandatangan yang elektronik untuk menjamin keaslian dan integritas surat menyurat yang menggunakan media elektronik. Didalam ETA mencakup :
- Kontrak Elektronik Kontrak elektronik ini didasarkan pada hukum dagang online yang dilakukan secara wajar dan cepat serta untuk memastikan bahwa kontrak elektronik memiliki kepastian hukum.
- Kewajiban Penyedia Jasa Jaringan Mengatur mengenai potensi / kesempatan yang dimiliki oleh network service provider untuk melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti mengambil, membawa, menghancurkan material atau informasi pihak ketiga yang menggunakan jasa jaringan tersebut.
- Tandatangan dan Arsip elektronik Hukum memerlukan arsip/bukti arsip elektronik untuk menangani kasus-kasus elektronik, karena itu tandatangan dan arsip elektronik tersebut harus sah menurut hukum. Di Singapore masalah tentang privasi,cyber crime,spam,muatan online,copyright,kontrak elektronik sudah ditetapkan.Sedangkan perlindungan konsumen dan penggunaan nama domain belum ada rancangannya tetapi online dispute resolution sudah terdapat rancangannya.
CYBER LAW NEGARA VIETNAM:
Cyber crime,penggunaan nama domain dan kontrak elektronik di Vietnam
suudah ditetapkan oleh pemerintah Vietnam sedangkan untuk masalah
perlindungan konsumen privasi,spam,muatan online,digital copyright dan
online dispute resolution belum mendapat perhatian dari pemerintah
sehingga belum ada rancangannya. Dinegara seperti Vietnam hukum ini
masih sangat rendah keberadaannya,hal ini dapat dilihat dari hanya
sedikit hukum-hukum yang mengatur masalah cyber,padahal masalah seperti
spam,perlindungan konsumen,privasi,muatan online,digital copyright dan
ODR sangat penting keberadaannya bagi masyarakat yang mungkin merasa
dirugikan.
CYBER LAW NEGARA THAILAND:
Cybercrime dan kontrak elektronik di Negara Thailand sudah ditetapkan
oleh pemerintahnya,walaupun yang sudah ditetapkannya hanya 2 tetapi yang
lainnya seperti privasi,spam,digital copyright dan ODR sudah dalalm
tahap rancangan. Cyberlaw di Amerika Serikat Di Amerika, Cyber Law yang
mengatur transaksi elektronik dikenal dengan Uniform Electronic
Transaction Act (UETA). UETA adalah salah satu dari beberapa Peraturan
Perundang-undangan Amerika Serikat yang diusulkan oleh National
Conference of Commissioners on Uniform State Laws (NCCUSL). Sejak itu 47
negara bagian, Kolombia, Puerto Rico, dan Pulau Virgin US telah
mengadopsinya ke dalam hukum mereka sendiri. Tujuan menyeluruhnya adalah
untuk membawa ke jalur hukum negara bagian yag berbeda atas
bidang-bidang seperti retensi dokumen kertas, dan keabsahan tanda tangan
elektronik sehingga mendukung keabsahan kontrak elektronik sebagai
media perjanjian yang layak. UETA 1999 membahas diantaranya mengenai :
Pasal 5 : Mengatur penggunaan dokumen elektronik dan tanda tangan
elektronik Pasal 7 : Memberikan pengakuan legal untuk dokumen
elektronik, tanda tangan elektronik, dan kontrak elektronik. Pasal 8 :
Mengatur informasi dan dokumen yang disajikan untuk semua pihak. Pasal 9
: Membahas atribusi dan pengaruh dokumen elektronik dan tanda tangan
elektronik. Pasal 10 : Menentukan kondisi-kondisi jika perubahan atau
kesalahan dalam dokumen elektronik terjadi dalam transmisi data antara
pihak yang bertransaksi. Pasal 11 : Memungkinkan notaris publik dan
pejabat lainnya yang berwenang untuk bertindak secara elektronik, secara
efektif menghilangkan persyaratan cap/segel. Pasal 12 : Menyatakan
bahwa kebutuhan “retensi dokumen” dipenuhi dengan mempertahankan dokumen
elektronik. Pasal 13 : “Dalam penindakan, bukti dari dokumen atau tanda
tangan tidak dapat dikecualikan hanya karena dalam bentuk elektronik”
Pasal 14 : Mengatur mengenai transaksi otomatis. Pasal 15 :
Mendefinisikan waktu dan tempat pengiriman dan penerimaan dokumen
elektronik. Pasal 16 : Mengatur mengenai dokumen yang dipindahtangankan.
Undang-Undang Lainnya :
• Electronic Signatures in Global and National Commerce Act
• Uniform Computer Information Transaction Act
• Government Paperwork Elimination Act
• Electronic Communication Privacy Act
• Privacy Protection Act
• Fair Credit Reporting Act
• Right to Financial Privacy Act
• Computer Fraud and Abuse Act
• Anti-cyber squatting consumer protection Act
• Child online protection Act
• Children’s online privacy protection Act
• Economic espionage Act
• “No Electronic Theft” Act Undang-Undang Khusus :
• Computer Fraud and Abuse Act (CFAA)
• Credit Card Fraud Act
• Electronic Communication Privacy Act (ECPA)
• Digital Perfomance Right in Sound Recording Act
• Ellectronic Fund Transfer Act
• Uniform Commercial Code Governance of Electronic Funds Transfer
• Federal Cable Communication Policy
• Video Privacy Protection Act Undang-Undang Sisipan :
• Arms Export Control Act
• Copyright Act, 1909, 1976
• Code of Federal Regulations of Indecent Telephone Message Services
• Privacy Act of 1974
• Statute of Frauds
• Federal Trade Commision Act
• Uniform Deceptive Trade Practices Act
Kesimpulan Dalam hal ini Thailand masih lebih baik dari pada Negara
Vietnam karena Negara Vietnam hanya mempunyai 3 cyberlaw sedangkan yang
lainnya belum ada bahkan belum ada rancangannya. Kesimpulan dari 5
negara yang dibandingkan adalah Negara yang memiliki cyberlaw paling
banyak untuk saat ini adalah Indonesia,tetapi yang memiliki cyberlaw
yang terlengkap nantinya adalah Malaysia karena walaupun untuk saat ini
baru ada 6 hukum tetapi yang lainnya sudah dalam tahap perencanaan
sedangkan Indonesia yang lainnya belum ada tahap perencanaan.Untuk
Thailand dan Vietnam,Vietnam masih lebih unggul dalam penanganan
cyberlaw karena untuk saat ini saja terdapat 3 hukum yang sudah
ditetapkan tetapi di Thailand saat ini baru terdapat 2 hukum yang
ditetapkan tetapi untuk kedepannya Thailand memiliki 4 hukum yang saat
ini sedang dirancang.
Dari 5 negara yang telah disebutkan diatas, Negara yang memiliki
cyberlaw paling banyak untuk saat ini adalah Indonesia, tetapi yang
memiliki cyberlaw yang terlengkap nantinya adalah Malaysia karena
walaupun untuk saat ini baru ada 6 hukum tetapi yang lainnya sudah dalam
tahap perencanaan. Sedangkan Indonesia yang lainnya belum ada tahap
perencanaan. Untuk Thailand dan Vietnam, Vietnam masih lebih unggul
dalam penanganan cyberlaw karena untuk saat ini terdapat 3 hukum yang
sudah ditetapkan, tetapi di Thailand saat ini hanya terdapat 2 hukum
yang ditetapkan tetapi untuk kedepannya Thailand memiliki 4 hukum yang
saat ini masih dalam taham perancangan.
Computer Crime Act (Malaysia)
Cybercrime merupakan suatu kegiatan yang dapat dihukum karena telah
menggunakan computer dalam jaringan internet yang merugikan dan
menimbulkan kerusakan pada jaringan computer internet, yaitu merusak
property, masuk tanpa izin, pencurian hak milik intelektual, pornografi,
pemalsuan data, pencurian penggelapan dana masyarakat.
Cyber Law diasosiasikan dengan media internet yang merupakan aspek hukum
dengan ruang lingkup yang disetiap aspeknya berhubungan dnegan manusia
dengan memanfaatkan teknologi internet.
Council of Europe Convention on Cybercrime (COECCC)
Merupakan salah satu contoh organisasi internasional yang bertujuan
untuk melindungi masyarakat dari kejahatan di dunia maya, dengan
mengadopsikan aturan yang tepat dan untuk meningkatkan kerja sama
internasional dalam mewujudkan hal ini.
COCCC telah diselenggarakan pada tanggal 23 November 2001 di kota
Budapest, Hongaria. Konvensi ini telah menyepakati bahwa Convention on
Cybercrime dimasukkan dalam European Treaty Series dengan nomor 185.
Konvensi ini akan berlaku secara efektif setelah diratifikasi oleh
minimal lima Negara, termasuk paling tidak ratifikasi yang dilakukan
oleh tiga Negara anggota Council of Europe. Substansi konvensi mencakup
area yang cukup luas, bahkan mengandung kebijakan criminal yang
bertujuan untuk melindungi masyarakat dari cybercrime, baik melalui
undang-undang maupun kerja sama internasional. Konvensi ini dibentuk
dengan pertimbangan-pertimbangan antara lain sebagai berikut:
Bahwa masyarakat internasional menyadari perlunya kerjasama antar Negara
dan Industri dalam memerangi kejahatan cyber dan adanya kebutuhan untuk
melindungi kepentingan yang sah dalam penggunaan dan pengembangan
teknologi informasi.
Konvensi saat ini diperlukan untuk meredam penyalahgunaan sistem,
jaringan dan data komputer untuk melakukan perbuatan kriminal. Hal lain
yang diperlukan adalah adanya kepastian dalam proses penyelidikan dan
penuntutan pada tingkat internasional dan domestik melalui suatu
mekanisme kerjasama internasional yang dapat dipercaya dan cepat.
Saat ini sudah semakin nyata adanya kebutuhan untuk memastikan suatu
kesesuaian antara pelaksanaan penegakan hukum dan hak azasi manusia
sejalan dengan Konvensi Dewan Eropa untuk Perlindungan Hak Azasi Manusia
dan Kovenan Perserikatan Bangsa-Bangsa 1966 tentang Hak Politik Dan
sipil yang memberikan perlindungan kebebasan berpendapat seperti hak
berekspresi, yang mencakup kebebasan untuk mencari, menerima, dan
menyebarkan informasi/pendapat.
Konvensi ini telah disepakati oleh masyarakat Uni Eropa sebagai konvensi
yang terbuka untuk diakses oleh Negara manapun di dunia. Hal ini
dimaksudkan untuk diajdikan norma dan instrument Hukum Internasional
dalam mengatasi kejahatan cyber, tanpa mengurangi kesempatan setiap
individu untuk tetap dapat mengembangkan kreativitasnya dalam
pengembangan teknologi informasi.
Perbedaan Cyber Law, Computer Crime Act, dan Council of Europe Convention on Cybercrime
Cyber Law: merupakan seperangkat aturan yang dibuat oleh suatu Negara
tertentu dan peraturan yang dibuat itu hanya berlaku kepada masyarakat
Negara tertentu.
Computer Crime Act (CCA): merupakan undang-undang penyalahgunaan informasi teknologi di Malaysia.
Council of Europe Convention on Cybercrime: merupakan organisasi yang
bertujuan untuk melindungi masyarakat dari kejahatan di dunia
internasional. Organisasi ini dapat memantau semua pelanggaran yang ada
di seluruh dunia.
Implikasi Pemberlakuan RUU ITE di Indonesia
Teknologi informasi dan komunikasi adalah peralatan sosial yang penuh
daya, yang dapat membantu atau mengganggu masyarakat dalam banyak cara.
Semua tergantung pada cara penggunaannya, perkembanagan dunia cyber atau
dunia teknologi informasi dan kumunikasi telah menyebabkan perubahan
sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung cepat,
perubahan peradaban manusia secara global, dan menjadikan dunia ini
menjadi tanpa batas, tidak terbatas oleh garis teritotial suatu negara.
Kehidupan masayarakat modern yang serba cepat menjadikan pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi menjadi sesuatu harga mutlak, menjadi
sesuatu kebutuhan primer yang setiap orang harus terlibat didalamnya
kalau tidak mau keluar dari pergaulan masyarakat dunia, tetapi
pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi ini tidak selamanya
dimanfaatkan untuk kesejahteraan, kemajuan dan peradaban manusia saja di
sisi lain teknologi informasi dan komunikasi ini menjadi suatu senjata
ampuh untuk melakukan tindakan kejahatan, seperti maraknya proses
prostitusi, perjudian di dunia maya (internet), pembobolan ATM lewat
internet dan pencurian data-data perusahan lewat internet, semuanya
termasuk kedalam penyalahgunaan teknologi informasi dan komunikasi, atau
lebih tepatnya kejahatan penyalahgunaan transaksi elektronik. Itulah
alasannya pemerintah Indonesia mengesahkan UU ITE(Informasi dan
Transaksi Elektronik) untuk mengatur penggunaan teknologi informasi
secara luas dan terarah, demi terciptanya masyarakat elektronik yang
selalu menerapkan moral dan etika dalam seluruh aspek kehidupannya.
Manfaat pelaksanaan UU ITE:
- Transaksi dan sistem elektronik beserta perangkat pendukungnya mendapat perlindungan hukum. Masyarakat harus memaksimalkan manfaat potensi ekonomi digital dan kesempatan untuk menjadi penyelenggara Sertifikasi Elektronik dan Lembaga Sertifikasi Keandalan.
- E-tourism mendapat perlindungan hukum. Masyarakat harus memaksimalkan potensi pariwisata Indonesia dengan mempermudah layanan menggunakan ICT.
- Trafik internet Indonesia benar-benar dimanfaatkan untuk kemajuan bangsa. Masyarakat harus memaksimalkan potensi akses internet Indonesia dengan konten sehat dan sesuai konteks budaya Indonesia
- Produk ekspor Indonesia dapat diterima tepat waktu sama dengan produk negara kompetitor. Masyarakat harus memaksimalkan manfaat potensi kreatif bangsa untuk bersaing dengan bangsa lain.
Efektifitas UU ITE Terhadap Tekonologi Informasi
Bila dilihat dari content UU ITE, semua hal penting sudah diakomodir dan
diatur dalam UU tersebut. UU ITE sudah cukup komprehensif mengatur
informasi elektronik dan transaksi elektronik. Mari kita lihat beberapa
cakupan materi UU ITE yang merupakan terobosan baru. UU ITE yang mana
mengakui Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama
dengan tandatangan konvensional (tinta basah dan materai), alat bukti
elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHAP,
Undang-undang ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan
hukum baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia,
yang memiliki akibat hukum di Indonesia, penyelesaian sengketa juga
dapat diselesaikan dengan metode penyelesaian sengketa alternatif atau
arbitrase. Setidaknya akan ada sembilan Peraturan Pemerintah sebagai
peraturan pelaksana UU ITE, sehingga UU ini dapat berjalan dengan
efektif.
Dampak UU ITE bagi Kegiatan Transaksi Elektronik
UU ITE yang disahkan DPR pada 25 Maret lalu menjadi bukti bahwa
Indonesia tak lagi ketinggalan dari negara lain dalam membuat peranti
hukum di bidang cyberspace law. Menurut data Inspektorat Jenderal
Depkominfo, sebelum pengesahan UU ITE, Indonesia ada di jajaran terbawah
negara yang tak punya aturan soal cyberspace law. Posisi negeri ini
sama dengan Thailand, Kuwait, Uganda, dan Afrika Selatan.
Tentu saja posisi itu jauh berada di belakang negara-negara Eropa dan
Amerika Serikat. Bahkan beberapa negara berkembang lainnya, seperti
India, Sri Lanka, Bangladesh, dan Singapura, mendahului Indonesia
membuat cyberspace law. Tak mengherankan jika Indonesia sempat menjadi
surga bagi kejahatan pembobolan kartu kredit (carding).
Pengaruh UU ITE
Sekarang kita tahu maraknya carding atau pencurian kartu kredit di
internet berasal dari Indonesia, hal ini memungkinan Indonesia dipercaya
oleh komunitas ”trust” internasional menjadi sangat kecil sekali.
Dengan hadirnya UU ITE, diharapkan bisa mengurangi terjadinya praktik
carding di dunia maya. Dengan adanya UU ITE ini, para pengguna kartu
kredit di internet dari negara kita tidak akan di-black list oleh
toko-toko online luar negeri. Sebab situs-situs seperti www.amazon.com
selama ini masih mem-back list kartu-kartu kredit yang diterbitkan
Indonesia, karena mereka menilai kita belum memiliki cyber law. Nah,
dengan adanya UU ITE sebagai cyber law pertama di negeri ini, negara
lain menjadi lebih percaya atau trust kepada kita.
Dalam Bab VII UU ITE disebutkan: Perbuatan yang dilarang pasal 27-37,
semua Pasal menggunakan kalimat, ”Setiap orang… dan lain-lain.” Padahal
perbuatan yang dilarang seperti: spam, penipuan, cracking, virus,
flooding, sebagian besar akan dilakukan oleh mesin olah program, bukan
langsung oleh manusia. Banyak yang menganggap ini sebagai suatu
kelemahan, tetapi ini bukanlah suatu kelemahan. Sebab di belakang mesin
olah program yang menyebarkan spam, penipuan, cracking, virus, flooding
atau tindakan merusak lainnya tetap ada manusianya, the man behind the
machine. Jadi kita tak mungkin menghukum mesinnya, tapi orang di
belakang mesinnya.
Beberapa Hal Mendasar Yang Berubah Pada Masyarakat
Sejauh ini, adanya UU ITE setidaknya merubah cara masyrakat dalam melakukan transaksi elektronik, diantaranya:
- Pengaksesan Situs Porno/Kekerasan/Narkoba
- Transaksi yang diperkuat dengan Tanda tangan Elektronik
- Penyampaian pendapat dalam dunia maya
- Penyebaran file/konten berbahaya (Virus,Spam dll.)
- Pengajuan HAKI terhadap informasi/dokumen elektronik, demi keterjaminan hak.
- Blog/Tulisan mengandung isi berbau SARA
- Pengaksesan Illegal, serta pemakaian software illegal
Sedikit ulasan dari point diatas, mengacu pada pasal 27-37, hanya akan
ditangkap ”Orang Yang Menyebar Virus.” Tapi tampaknya bukan pembuat
virus. Logikanya sederhana, virus tak akan merusak sistem komputer atau
sistem elektonik, jika tidak disebarkan melalui sistem elektronik.
Artinya, bahwa jika sampai virus itu disebarkan, maka si penyebar virus
itu yang akan dikenakan delik pidana. Tentu hal ini harus dibuktikan di
pengadilan bahwa si penyebar virus itu melakukan dengan sengaja dan
tanpa hak.
Keseriusan Pemerintah dalam Menegakkan UU ITE
Sesuai dengan catatan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia,
kejahatan dunia cyber hingga pertengahan 2006 mencapai 27.804 kasus. Itu
meliputi spam, penyalahgunaan jaringan teknologi informasi, open proxy
(memanfaatkan kelemahan jaringan), dan carding. Data dari Asosiasi Kartu
Kredit Indonesia (AKKI) menunjukkan, sejak tahun 2003 hingga kini,
angka kerugian akibat kejahatan kartu kredit mencapai Rp 30 milyar per
tahun. Hal ini tentunya mencoreng nama baik Negara, serta hilangnya
kepercayaan dunia terhadap Indonesia. Untuk itulah pemerintah perlu
serius menanganani Transaksi Elektronik yang sudah merambah berbagai
aspek kehidupan bernegara.
Langkah Pemerintah dalam Menegakkan UU ITE
Setelah diluncurkan UU ITE, untuk mencegah agar produk hukum ini tidak
disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dalam
memahami cakupan materi dan dasar filosofis, yuridis serta sosiologis
dari UU ITE ini, Departemen Komunikasi dan Informatikan akan melakukan
kegiatan diseminasi informasi kepada seluruh masyarakat, baik lewat
media, maupun kegiatan sosialisasi ke daerah-daerah. Edukasi kepada
masyarakat dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan
menkampanyekan internet sehat lewat media, membagikan software untuk
memfilter situs-situs bermuatan porno dan kekerasan.
Keterbatasan Pemerintah Dalam Menangani UU ITE
Untuk sekarang ini, kita belum bisa menilai apakah UU ITE ini ”kurang”.
Kita butuh waktu untuk melihat penegakannya nanti. Yang pasti, beberapa
hal yang belum secara spesifik diatur dalam UU ITE, akan diatur dalam
Peraturan Pemerintah, juga peraturan perundang-undangan lainnya. Secara
keseluruhan, UU ITE telah menjawab permasalahan terkait dunia aktivitas/
transaksi di dunia maya, sebab selama ini banyak orang ragu-ragu
melakukan transaksi elektronik di dunia maya karena khawatir belum
dilindungi oleh hukum. Hal yang paling penting dalam kegiatan transaksi
elektronik, adalah diakuinya tanda tangan elektronik sebagai alat bukti
yang salah dalam proses hukum. Jadi seluruh pelaku transaksi elektronik
akan terlindungi.
Pada Pasal 31 ayat (3) UU ITE mengatur lawful interception, tatacara
Lawful Interception akan diatur secara detil dalam Peraturan Pemerintah
tentang Lawful Interception. Intinya bahwa penegak hukum harus
mengajukan permintaan penyadapan kepada operator telekomunikasi, atau
internet service provider yang diduga menjadi sarana komunikasi dalam
tindak kejahatan. Jadi permintaan intersepsi tidak dilakukan kepada
Depkominfo.
Sosialisasi UU ITE pada Masyarakat
Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Mohammad Nuh mengatakan,
saat ini masih terjadi kesalahpahaman dari masyarakat bahwa
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik sekadar untuk blocking
situs porno, padahal substansinya melingkupi seluruh transaksi berbasis
elektronik yang menggunakan komputer.Sehingga pihaknya terus berupaya
melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai Undang Undang Informasi
dan Transaksi Elektronik (UU ITE.
Tanggapan Masyarakat Terhadap UU ITE
Secara umum masyarakat memandang UU ITE hanya sebagai formalitas sesaat,
yang mana peraturan dan perundang-undang yang disusun, hanya berlaku
jika ada kasus yang mencuat.
Dalam kehidupan sehari-hari baik masyarakat umum ataupun kaum terpelajar
tidak sepenuhnya mematuhi atau mengindahkan UU ITE ini, terbukti dengan
masih tingginya tingkat pelanggaran cyber, penipuan, ataupun
pengaksessan situs porno.
“Kasus `cyber crime` di Indonesia adalah nomor satu di dunia,” kata
Brigjen Anton Taba, Staf Ahli Kapolri, dalam acara peluncuran buku
Panduan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) di Jakarta
Kesimpulan
Dari hasil studi lapangan “Pengaruh Penerapan UU ITE terhadap Kegiatan
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi” dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
- Pada 25 Maret 2008, DPR telah mengesahkan rancangan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pengesahan ini merupakan sesuatu yang menggembirakan dan telah ditunggu-tunggu oleh banyak pihak untuk keluar dari pengucilan dunia internasional. Sayangnya, masyarakat terlalu terfokus pada larangan atas pornografi internet dalam UU ITE sehingga melupakan esensi dari UU ITE itu sendiri. Sebagai sebuah produk hukum, UU ITE merupakan suatu langkah yang amat berani dengan memperkenalkan beberapa konsep hukum baru yang selama ini kerap menimbulkan polemik.
- Dampak UU ITE :Dampak positif:
- Transaksi dan sistem elektronik beserta perangkat pendukungnya mendapat perlindungan hukum. Masyarakat harus memaksimalkan manfaat potensi ekonomi digital dan kesempatan untuk menjadi penyelenggara Sertifikasi Elektronik dan Lembaga Sertifikasi Keandalan.
- E-tourism mendapat perlindungan hukum. Masyarakat harus memaksimalkan potensi pariwisata indonesia dengan mempermudah layanan menggunakan ICT.
- Trafik internet Indonesia benar-benar dimanfaatkan untuk kemajuan bangsa. Masyarakat harus memaksimalkan potensi akses internet indonesia dengan konten sehat dan sesuai konteks budaya indonesia
- Produk ekspor indonesia dapat diterima tepat waktu sama dengan produk negara kompetitor. Masyarakat harus memaksimalkan manfaat potensi kreatif bangsa untuk bersaing dengan bangsa lain.Dampak negatif:
- Isi sebuah situs tidak boleh ada muatan yang melanggar kesusilaan. Kesusilaan kan bersifat normatif. Mungkin situs yang menampilkan foto-foto porno secara vulgar bisa jelas dianggap melanggar kesusilaan. Namun, apakah situs-situs edukasi AIDS dan alat-alat kesehatan yang juga ditujukan untuk orang dewasa dilarang? Lalu, apakah forum-forum komunitas gay atau lesbian yang (hampir) tidak ada pornonya juga dianggap melanggar kesusilaan? Lalu, apakah foto seorang masyarakat Papua bugil yang ditampilkan dalam sebuah blog juga dianggap melanggar kesusilaan?
- Kekhawatiran para penulis blog dalam mengungkapkan pendapat. Karena UU ini, bisa jadi para blogger semakin berhati-hati agar tidak menyinggung orang lain, menjelekkan produk atau merk tertentu, membuat tautan referensi atau membahas situs-situs yang dianggap ilegal oleh UU, dll. Kalau ketakutan menjadi semakin berlebihan, bukanlah malah semakin mengekang kebebasan berpendapat
- Seperti biasa, yang lebih mengkhawatirkan bukan UU-nya, tapi lebih kepada pelaksanaannya. Semoga saja UU ini tidak menjadi alat bagi aparat untuk melakukan investigasi berlebihan sehingga menyentuh ranah pribadi. Karena seperti Pak Nuh bilang, UU ini tidak akan menyentuh wilayah pribadi. Hanya menyentuh wilayah yang bersifat publik. Itu kan kata Pak Nuh. Kata orang di bawahnya (yang mungkin nggak mengerti konteks) bisa diinterpretasi macam-macam.3. Disamping banyak manfaat yang dirasakan namun masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui informasi tentang UU ini bahkan ada yang sama sekali tidak peduli. Pemerintah harus lebih mengembangkan dan mensosialisasikan UU ITE agar dipahami dan diterapkan oleh masyarakat.
Sumber:
http://d1maz.blogspot.com/2012/03/perbedaan-cyberlaw-di-negara-negara.html
http://mutiaramarini.blogspot.com/2014/04/perbedaan-cyber-law-computer-crime-act.html
http://muhammadabcdefahrizal.blogspot.com/2012/03/implikasi-pemberlakuan-ruu-ite_29.html
Tulisan :
Cyber Crime kata yang tak luput jika kita bekerja dan
beraktifitas di bidang teknologi, dari dunia maya sampai real. Banyak
faktor yang dapat mendorong seseorang untuk melakukan cyber crime,
contohnya adalah kebutuhan ekonomi, faktor iseng-iseng, penggunaan
illegal program,dll. Faktor-faktor seperti itu sering muncul di dunia
maya lebih tepatnya di dunia online gaming, pada dasarnya sebuah
publisher game online (seperti Lyto Game, Gamescool, Megaxus, Qeon,dll)
sudah menerapkan banyak aturan dalam game onlinenya akan tetapi banyak
user yang menyalah gunakan aturan tersebut, misal seperti RMT (Real
Money Trade). Biasanya, di dalam sebuah game online publisher tidak
memperbolehkan player melakukan RMT, karena dalam game online tersebut
sudah di sediakan mata uang nya atau player juga bisa membeli voucher
untuk membeli cash dalam game, tetapi banyak pencari uang (rupiah) dalam
game online dengan cara penipuan . hacking, penggunaan program illegal
(cheat), dll .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar