Penalaran
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi
– proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui
atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang
sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
PROPOSISI
adalah “pernyataan dalam bentuk kalimat yang memiliki arti penuh,
serta mempunyai nilai benar atau salah, dan tidak boleh kedua-duanya”.
Interferensi
Alwasilah (1985:131) mengetengahkan pengertian interferensi
berdasarkan rumusan Hartman dan Stonk bahwa interferensi merupakan
kekeliruan yang disebabkan oleh adanya kecenderungan membiasakan
pengucapan (ujaran) suatu bahasa terhadap bahasa lain mencakup
pengucapan satuan bunyi, tata bahasa, dan kosakata. Sementara itu,
Jendra (1991:109) mengemukakan bahwa interferensi meliputi berbagai
aspek kebahasaan, bisa menyerap dalam bidang tata bunyi (fonologi), tata
bentukan kata (morfologi), tata kalimat (sintaksis), kosakata
(leksikon), dan tata makna (semantik) (Suwito,1985:55).
Interferensi dalam bentuk kalimat
Interferensi dalam bidang ini jarang terjadi. Hal ini memang perlu
dihindari karena pola struktur merupakan ciri utama kemandirian sesuatu
bahasa. Misalnya, Rumahnya ayahnya Ali yang besar sendiri di kampung
itu, atau Makanan itu telah dimakan oleh saya, atau Hal itu saya telah
katakan kepadamu kemarin. Bentuk tersebut merupakan bentuk interferensi
karena sebenarnya ada padanan bentuk tersebut yang dianggap lebih
gramatikal yaitu: Rumah ayah Ali yang besar di kampung ini, Makanan itu
telah saya makan, dan Hal itu telah saya katakan kepadamu
kemarin.Terjadinya penyimpangan tersebut disebabkan karena ada padanan
konteks dari bahasa donor, misalnya: Omahe bapake Ali sing gedhe dhewe
ing kampung iku, dan seterusnya
Interferensi Semantik
Berdasarkan bahasa resipien (penyerap) interferensi semantis dapat dibedakan menjadi,
- Jika interferensi terjadi karena bahasa resipien menyerap konsep
kultural beserta namanya dari bahasa lain, yang disebut sebagai
perluasan (ekspansif). Contohnya kata demokrasi, politik, revolusi yang
berasal dari bahasa Yunani-Latin.
- Yang perlu mendapat perhatian, interferensi harus dibedakan dengan
alih kode dan campur kode. Alih kode menurut Chaer dan Agustina
(1995:158) adalah peristiwa penggantian bahasa atau ragam bahasa oleh
seorang penutur karena adanya sebab-sebab tertentu, dan dilakukan dengan
sengaja. Sementara itu, campur kode adalah pemakaian dua bahasa atau
lebih dengan saling memasukkan unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa
yang lain secara konsisten. Interferensi merupakan topik dalam
sosiolinguistik yang terjadi sebagai akibat pemakaian dua bahasa atau
lebih secara bergantian oleh seorang dwibahasawan, yaitu penutur yang
mengenal lebih dari satu bahasa. Penyebab terjadinya interferensi
adalah kemampuan penutur dalam menggunakan bahasa tertentu sehingga
dipengaruhi oleh bahasa lain (Chaer,1995:158). Biasanya interferensi
terjadi dalam penggunaan bahasa kedua, dan yang menginterferensi adalah
bahasa pertama atau bahasa ibu
Implikasi
Perhatikan pernyataan berikut ini: “Jika matahari bersinar maka udara
terasa hangat”, jadi, bila kita tahu bahwa matahari bersinar, kita juga
tahu bahwa udara terasa hangat. Karena itu akan sama artinya jika
kalimat di atas kita tulis sebagai:
“Bila matahari bersinar, udara terasa hangat”.
”Sepanjang waktu matahari bersinar, udara terasa hangat”.
“Matahari bersinar berimplikasi udara terasa hangat”.
“Matahari bersinar hanya jika udara terasa hangat”.
Berdasarkan pernyataan diatas, maka untuk menunjukkan bahwa udara
tersebut hangat adalah cukup dengan menunjukkan bahwa matahari bersinar
atau matahari bersinar merupakan syarat cukup untuk udara terasa hangat.
Sedangkan untuk menunjukkan bahwa matahari bersinar adalah perlu
dengan menunjukkan udara menjadi hangat atau udara terasa hangat
merupakan syarat perlu bagi matahari bersinar. Karena udara dapat
menjadi hangat hanya bila matahari bersinar
EVIDENSI
Pada hakikatnya evidensi adalah semua yang ada semua kesaksian,semua
informasi,atau autoritas yang dihubungkan untuk membuktikan suatu kebenaran,
fakta dalam kedudukan sebagai evidensi tidak boleh dicampur adukan dengan apa
yang di kenal sebagai pernyataan atau penegasan. Dalam wujud yang paling
rendah. Evidensi itu berbentuk data atau informasi. Yang di maksud dengan data
atau informasi adalah bahan keterangan yang di peroleh dari suatu sumber
tertentu.
Cara menguji data :
Data dan informasi yang di gunakan
dalam penalaran harus merupakan fakta. Oleh karena itu perlu diadakan pengujian
melalui cara-cara tertentu sehingga bahan-bahan yang merupakan fakta itu siap
di gunakan sebagai evidensi. Di bawah ini beberapa cara yang dapat di gunakan
untuk pengujian tersebut.
a.Observasi
b.Kesaksian
c.Autoritas
Cara menguji fakta :
Untuk menetapkan apakah data atau
informasi yang kita peroleh itu merupakan fakta,maka harus diadakan penilaian.
Penilaian tersebut baru merupakan penilitian tingkat pertama untuk mendapatkan
keyakinan bahwa semua bahan itu adalah fakta, sesudah itu pengarang atau
penulis harus mengadakan penilaian tingkat kedua yaitu dari semua fakta
tersebut dapat digunakan sehingga benar-benar memperkuat kesimpulan yang akan
diambil.
a.Konsistensi
b.Koherensi
Cara menguji autoritas :
Seorang penulis yang objektif selalu menghidari semua desas-desus atau
kesaksian dari tangan kedua. Penulis yang baik akan membedakan pula apa
yang hanya merupakan pendapat saja atau pendapat yang sungguh-sungguh
didasarkan atas penelitian atau data eksperimental.
1. Tidak mengandung prasangka
2. Pengalaman dan pendidikan autoritas
3. Kemashuran dan prestise
4. Koherensi dengan kemajuan
Penalaran Deduktif
Penalaran Deduktif adalah
metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus. Penalaran deduktif memberlakukan prinsip-prinsip
umum untuk mencapai kesimpulan-kesimpulan yang spesifik
Ciri ciri penalaran deduktif
- Dimulai dari hal-hal umum, menuju kepada hal-hal yang khusus
atau hal-hal yang lebih rendah proses pembentukan kesimpulan deduktif tersebut
dapat dimulai dari suatu dalil atau hukum menuju kepada hal-hal yang kongkrit.
- Kalimat utama
terletak diawal paragraf dan selanjutnya dibarengi oleh beberapa kalimat
penjelas sebagai pendukung kalimat utama.
Contoh:
Masyarakat
indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan
(khusus)
dan kegiatan
imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup komsumtif
sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial .
Silogisme adalah suatu proses penarikan kesimpulan secara deduktif. Silogisme disusun dari dua proposisi (pernyataan)
Silogisme katagorial
Silogisme ini merupakan silogisme dimana semua proporsinya merupakan
katagorial. Kemudian proporsisi yang mengandung silogisme disebut dengan
premis yang kemudian dapat dibedakan menjadi premis mayor (premis yang
termnya menjadi predikat), dan premis minor (premis yang termnya menjadi
subjek).
Contoh :
- semua makhluk hidup pasti mati (premis mayor/premis umum)
- koala adalah hewan yang dilindungi (premis minor/premis khusus)
- koala pasti akan mati (konklusi/kesimpulan)
Silogisme Hipotesis adalah jenis silogisme yang terdiri atas premis
mayor yang bersifat hipotesis ,dan premis minornya bersifat katagorial .
Silogisme Hipotesis ini dapat dibedakan menjadi 4 macam , yaiu :
Silogisme hipotesis yang premis minornya mengakui bagian antecedent.
Contoh :
Jika hari ini cerah , saya akan ke rumah kakek ( premis mayor )
Hari ini cerah ( premis minor )
Maka saya akan kerumah kakek ( kesimpulan ).
Silogisme hipotesis yang premis minornya mengakui bagian konsekuen
Contoh :
Jika hutan banyak yang gundul , maka akan terjadi global warming ( premis mayor )
Sekarang terjadi global warming ( premis minor )
Maka hutan banyak yang gundul ( kesimpulan ).
Silogisme hipotesis yang premis minornya mengingkari antecedent
Contoh :
Jika pembuatan karya tulis ilmiah belum di persiapkan dari sekarang, maka hasil tidak
akan maksimal
pembuatan karya ilmiah telah di persiapkan
maka hasil akan maksimal
Silogisme hipotesis yang premis minornya mengingkari konsekuen
Contoh :
Bila presiden Mubarak tidak turun , Para demonstran akan turun ke jalan
Para demonstran akan turun ke jalan
Jadi presiden Mubarak tidak turun.
Kaidah silogisme hipotesis
Mengambil konklusi dari silogisme hipotetik jauh lebih mudah
dibanding dengan silogisme kategorik. Tetapi yang penting di sini dalah
menentukan ‘kebenaran konklusinya bila premis-premisnya merupakan
pernyataan yang benar.
Bila antecedent kita lambangkan dengan A dan konsekuen .engan B, jadwal hukum silogisme hipotetik adalah:
1) Bila A terlaksana maka B juga terlaksana.
2) Bila A tidak terlaksana maka B tidak terlaksana. (tidak sah = salah)
3) Bila B terlaksana, maka A terlaksana. (tidak sah = salah)
4) Bila B tidak terlaksana maka A tidak terlaksana.
Kebenaran hukum di atas menjadi jelas dengan penyelidikan
berikut:
Bila terjadi peperangan harga bahan makanan membubung tinggi
Nah, peperangan terjadi.
Jadi harga bahan makanan membubung tinggi.( benar = terlaksana)
Benar karena mempunyai hubungan yang diakui kebenarannya
Bila terjadi peperangan harga bahan makanan membubung tinggi
Nah, peperangan terjadi.
Jadi harga bahan makanan tidak membubung tinggi (tidak sah = salah)
Tidak sah karena kenaikan harga bahan makanan bisa disebabkan oleh sebab atau faktor lain.
silogisme alternatif
Jenis silogisme yang ketiga adalah silogisme alternatif atau disebut
juga silogisme disjungtif. Silogisme ini dinamakan demikian, karena
proposisi mayornya merupakan sebuah proposisi alternatif, yaitu
proposisi yang mengandung kemungkinan-kemungkinan atau pilihan-pilihan.
Sebaliknya proposisi minornya adalah proposisi kategorial yang menerima
atau menolak salah satu alternatifnya. Konklusi silogisme ini tergantung
dari premis minornya; kalau premis minornya menerima satu alternatif,
maka alternatif lainnya ditolak; kalau premis minornya menolak satu
alternatif, maka alternatif lainnya diterima dalam konklusi.
Contoh
My : Nenek susi berada di Bandung atau woniosobo.
Mn : Nenek Susi berada di Bandung.
K : Jadi, Nenek Susi tidak berada di wonosobo.
My : Nenek Susi berada di Bandung atau wonosobo.
Mn : Nenek Susi tidak berada di wonosobo.
K : Jadi, Nenek Susi berada di Bandung.
ENTIMEM
Entimem adalah silogisme yang
diperpendek. Entimen tidak peerlu menyebutkan premis umum, tetapi langsung
mengetengahkan simpulan dengan premis khusus yang menjadi penyebabnya.
Rantai Deduksi
Penalaran
yang deduktif dapat berlangsung lebih informal dari entimem. Orang
tidak berhenti pada sebuah silogisme saja, tetapi dapat pula berupa
merangkaikan beberapa bentuk silogisme yang tertuang dalam bentuk yang
informal.
Contoh :
a. Semua plecing kangkung pedas rasanya. (hasil generalisasi)
Kali ini saya diberi lagi plecing kangkung.
Sebab itu, plecing kangkung ini juga pasti pedas rasanya. (deduksi)
Saya tidak suka akan makanan yang pedas rasanya. (induksi: generlisasi)
Ini adalah plecing kangkung pedas.
Sebab itu, saya tidak suka plecing kangkung ini. (deduksi)
Saya tidak suka makan apa saja, yang tidak saya senangi (induksi:generalisasi)
Saya tidak suka makanan ini.
Sebab itu saya tidak memakannya. (deduksi)
b. Semua jamu pahit rasanya. (hasil generalisasi)
Kali ini saya diberi lagi jamu.
Sebab itu, jamu ini juga pasti pahit rasanya. (deduksi)
Saya tidak suka akan minuman yang pahit rasanya. (induksi: generlisasi)
Ini adalah jamu pahit.
Sebab itu, saya tidak suka jamu ini. (deduksi)
Saya tidak suka minum apa saja, yang tidak saya senangi (induksi:generalisasi)
Saya tidak suka minuman ini.
Sebab itu saya tidak meminumnya. (deduksi)
Penalaran Induktif
Pengertian
Penalaran Induktif
Metode penalaran induktif adalah adalah suatu penalaran yang berpangkal dari
peristiwa khusus sebagai hasil pengamatan empirik dan berakhir pada suatu
kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat umum. Dalam hal ini penalaran
induktif merupakan kebalikan dari penalaran deduktif. Untuk turun ke lapangan
dan melakukan penelitian tidak harus memliki konsep secara canggih tetapi cukup
mengamati lapangan dan dari pengamatan lapangan tersebut dapat ditarik
generalisasi dari suatu gejala. Dalam konteks ini, teori bukan merupakan
persyaratan mutlak tetapi kecermatan dalam menangkap gejala dan memahami gejala
merupakan kunci sukses untuk dapat mendiskripsikan gejala dan melakukan
generalisasi.
Ada 3
jenis penalaran induksi, yaitu :
1. Generalisasi
Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari sejumlah
fenomenal individual untuk menurunkan suatu inferensi yang bersifat umum yang
mencakup semua fenomena. Generalisasi juga dapat dikatakan sebagai pernyataan
yang berlaku umum untuk semua atau sebagian besar gejala, yang dimulai dengan
peristiwa – peristiwa khusus untuk mengambil kesimpulan secara umum.
Contoh :
Bila
seorang berkata bahwa mobil adalah semacam kendaraan pengangkut, maka
pengertian mobil dan kendaraan pengangkut merupakan hasil generalisasi juga.
Dari bermacam – macam tipe kendaraan dengan ciri – ciri tertentu ia mendapatkan
sebuah gagasan mengenai mobil, sedangkan dan bermacam – macam alat untuk
mengangkut sesuatu lahirlah abstraksi yang lebih tinggi ( = generalisasi lagi )
mengenai kendaraan pengangkut.
Generalisasi
dibedakan dari segi bentuknya ada 2, yaitu : loncatan induktif dan yang bukan
loncatan induktif. (Gorys Keraf, 1994 : 44-45)
- Generalisasi Tanpa Loncatan
Induktif (Generalisasi tidak sempurna)
Sebuah
generalisasi bila fakta-fakta yang diberikan cukup banyak dan menyakinkan,
sehingga tidak terdapat peluang untuk menyerang kembali.
Misalnya, untuk menyelidiki penyakit yang sering diderita oleh orang Indonesia
pada umumnya, diperlukan ratusan sample untuk menyimpulkannya.
Contoh :
Hampir
seluruh orang di Indonesia menderita sakit magh.
Generalisasi
yang tidak sempurna juga dapat menghasilkan kebenaran apabila melalui prosedur
pengujian yang benar.
Prosedur
pengujian atas generalisasi tersebut adalah:
1. Jumlah sampel yang diteliti terwakili.
2. Sampel harus bervariasi.
3. Mempertimbangkan hal-hal yang menyimpang dari fenomena umum/ tidak umum.
- . Generalisasi Dengan Loncatan
Induktif (Generalisasi sempurna)
Dalam loncatan induktif suatu fenomena belum mencerminkan seluruh
faktayang ada. Fakta-fakta tersebut yang digunakan dianggap sudah mewakili
seluruh persoalan yang diajukan. Dengan demikian loncatan induktif dapat
diartikan sebagai loncatan dari sebagian evidensi kepada suatu
generalisasi yang jauh melampauikemungkinan yang diberikan oleh ebidensi
itu.
2. Analogi
Analogi yaitu proses membandingkan dari dua hal yang berlainan berdasarkan
kesamaannya kemudian berdasarkan kesamaannya itu ditarik suatu kesimpulan.
Kesimpulan yang diambil dengan analogi, yaitu kesimpulan dari pendapat khusus
dengan beberapa pendapat khusus yang lain, dengan cara membandingkan
kondisinya.
Tujuan
Analogi
- Meramalkan kesamaan
- Menyingkap kekeliruan
- Menyusun sebuah klasifikasi
Contoh :
Kita banyak tertarik dengan planet Mars, karena banyak
persamaannya dengan bumi kita. Mars dan Bumi menjadi anggota tata surya yang
sama. Mars mempunyai atsmosfir seperti Bumi. Temperaturnya hampir sama dengan
Bumi. Unsur air dan oksigennya juga ada. Caranya mengelilingi matahari
menyebabkan pula timbulanya musim seperti di Bumi. Jika di Bumi ada makhluk.
Tidaklah mungkin ada mahluk hidup di planet Mars.
3. Kausal
Kausal adalah paragraph yang dimulai dengan mengemukakan fakta khusus yang
menjadi sebab, dan sampai pada simpulan yang menjadi akibat. Serta bahwa setiap
kejadian memperoleh kepastian dan keharusan serta kekhususan-kekhususan
eksistensinya dari sesuatu atau berbagai hal lainnya yang mendahuluinya ,
merupakan hal-hal yang diterima tanpa ragu dan tidak memerlukan sanggahan.
Contoh :
Pada kata dewa-dewi, putra-putri, pemuda-pemudi, dan
karyawan-karyawati.
Tujuan
Kausal
Tujuan kausal terdapat dalam Hubungan Kausal Dapat berlangsung dalam tiga pola
:
a. Sebab ke akibat
Dari peristiwa yang dianggap sebagai sebab menuju kesimpulan
sebagai efek.
b. Akibat
ke sebab
Dari peristiwa yang dianggap sebagai akibat menuju sebab
yang mungkin telah menimbulkan akibat.
c. Akibat
ke akibat
Dari akibat ke akibat yang lain tanpa menyebut sebab umum
yang menimbulkan kedua akibat.
Contoh :
Pada sabtu
sore terjadi badai salju, akibatnya jalanan ditutup karena dipenuhi oleh salju.
Hipotesis dan teori
Hipotesis ini merupakan suatu jenis proposisi yang dirumuskan sebagai jawaban tentatif atas suatu masalah dan kemudian diuji secara empiris. Sebagai suatu jenis proposisi, umumnya hipotesis menyatakan hubungan antara dua atau lebih variabel yang di dalamnya pernyataan-pernyataan hubungan tersebut telah diformulasikan dalam kerangka teoritis. Hipotesis ini, diturunkan, atau bersumber dari teori dan tinjauan literatur yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. Pernyataan hubungan antara variabel,
sebagaimana dirumuskan dalam hipotesis, merupakan hanya merupakan
dugaan sementara atas suatu masalah yang didasarkan pada hubungan yang
telah dijelaskan dalam kerangka teori yang digunakan untuk menjelaskan
masalah penelitian. Sebab, teori
yang tepat akan menghasilkan hipotesis yang tepat untuk digunakan
sebagai jawaban sementara atas masalah yang diteliti atau dipelajari
dalam penelitian. Dalam penelitian kuantitatif peneliti menguji suatu teori. Untuk meguji teori tersebut, peneliti menguji hipotesis yang diturunkan dari teori
Agar teori yang digunakan sebagai dasar penyusunan hipotesis dapat
diamati dan diukur dalam kenyataan sebenarnya, teori tersebut harus
dijabarkan ke dalam bentuk yang nyata yang dapat diamati dan diukur. Cara yang umum digunakan ialah melalui proses operasionalisasi,
yaitu menurunkan tingkat keabstrakan suatu teori menjadi tingkat yang
lebih konkret yang menunjuk fenomena empiris atau ke dalam bentuk proposis yang dapat diamati atau dapat diukur.[1 Proposisi yang dapat diukur atau diamati adalah proposisi yang menyatakan hubungan antar-variabel.Proposisi seperti inilah yang disebut sebagai hipotesis.
Jika teori merupakan pernyataan yang menunjukkan hubungan antar-konsep
(pada tingkat abstrak atau teoritis), hipotesis merupakan pernyataan
yang menunjukkan hubungan antar-variabel (dalam tingkat yang konkret
atau empiris).
Hipotesis menghubungkan teori dengan realitas sehingga melalui
hipotesis dimungkinkan dilakukan pengujian atas teori dan bahkan
membantu pelaksanaan pengumpulan data yang diperlukan untuk menjawab
permasalahan penelitian.
Oleh sebab itu, hipotesis sering disebut sebagai pernyataan tentang
teori dalam bentuk yang dapat diuji (statement of theory in testable
form), atau kadang-kadanag hipotesis didefinisikan sebagai pernyataan
tentatif tentang realitas (tentative statements about reality).
Oleh karena teori berhubungan dengan hipotesis, merumuskan hipotesis
akan sulit jika tidak memiliki kerangka teori yang menjelaskan fenomena
yang diteliti, tidak mengembangkan proposisi yang tegas tentang masalah
penelitian, atau tidak memiliki kemampuan untuk menggunakan teori yang
ada.
Kemudian, karena dasar penyusunan hipotesis yang reliabel dan dapat
diuji adalah teori, tingkat ketepatan hipotesis dalam menduga,
menjelaskan, memprediksi suatu fenomena atau peristiwa atau hubungan
antara fenomena yang ditentukan oleh tingkat ketepatan atau kebenaran
teori yang digunakan dan yang disusun dalam kerangka teoritis. Jadi, sumber hipotesis adalah teori sebagaimana disusun dalam kerangka teoritis. Karena itu, baik-buruknya suatu hipotesis bergantung pada keadaan relatif dari teori penelitian mengenai suatu fenomena sosial disebut hipotesis penelitian atau hipotesis kerja. Dengan kata lain, meskipun lebih sering terjadi bahwa penelitian berlangsung dari teori ke hipotesis,kadang-kadang sebaliknya yang terjadi.