Persiapan pemilu 2014 sering dikaitkan dengan
pilkada yang berlangsung pada tahun 2010.Persiapan pemilu 2014 dijelaskan
oleh Ketua KPU bahwa berdasarkan perkembangan pembahasan rancangan perubahan UU
Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu, tahapan pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD
dimulai 22 bulan sebelum hari pemungutan suara. Pemungutan suara diperkirakan
bulan April 2014. Pendaftaran parpol peserta pemilu dimulai bulan
Agustus-Desember 2012. Tahap penyerahan data kependudukan dijadwalkan bulan
Desember 2012 sampai dengan Januari 2013. Selanjutnya sinkronisasi aplikasi
pemutakhiran data pemilih antara KPU dan Dirjen Adminduk bulan Januari-Februari
2013.
Persiapan pemilu 2014 khusus untuk
pengadaan logistik pemilu dan pendistribusiannya dimulai bulan Oktober 2013
sampai dengan April 2014. Pemungutan suara, penghitungan suara dan rekapitulasi
hasil penghitungan suara, penghitungan pembagian kursi bulan April– Mei 2014.
Sedangkan penetapan hasil pemilu, penghitungan pembagian kursi dan penetapan
calon terpilih, termasuk proses persidangan di MK jika ada gugatan bulan
Mei-Oktober 2014. Sumpah janji untuk anggota DPRD Kabupaten/Kota bulan Juli–
Agustus 2014, DPRD Provinsi bulan Agustus–September 2014, DPR RI dan DPD
RI tanggal 1 Oktober 2014.
Kesimpulan rapat yang dilakukan oleh KPU adalah sebagai
berikut.
Pertama, Terkait
penyelenggaraan pemilukada yang terjadi sejak tahun 2010 sampai dengan
sekarang, Komisi II DPR RI meminta kepada KPU dan Bawaslu untuk menyerahkan
data terkait sebagai bahan masukan dalam melaksanakan fungsi legislasi DPR RI,
yakni; jenis-jenis pelanggaran yang terjadi dan tindak lanjut yang dilakukan
oleh penyelenggara pemilu, klasifikasi partai politik dan perseorangan sebagai
pemenang pemilukada, masalah partai politik terkait persyaratan dan pengusungan
calon, kelemahan regulasi yang terjadi di lapangan, dan kategorisasi penanganan
putusan peradilan, khususnya yang dikeluarkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara
(PTUN).
Kedua, Komisi
II DPR RI mendorong agar peran pencegahan dari Bawaslu dapat dilaksanakan
secara lebih efektif.
Ketiga, Terhadap
Rancangan Undang-Undang tentang Pemilukada, Pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden yang akan dibahas oleh DPR RI, Komisi II DPR RI meminta KPU dan
Bawaslu untuk dapat memberikan masukan-masukan yang komprehensif.
Keempat, Terkait
usulan anggaran pemilukada agar dialokasikan dari APBN, Komisi II DPR RI
meminta kepada KPU dan Bawaslu untuk menyampaikan usulannya secara
komprehensif.
Persiapan pemilu 2014 kemudian dikaitkan dengan yang
telah terjadi di pilkada atau pemilukada di beberapa wilayah Indonesia.
Sebagian besar Anggota Komisi II DPR RI menyoroti tentang semakin tingginya
konflik pemilukada di daerah-daerah yang berujung pada tindakan anarkis. Selain
itu, banyak kasus sengketa pemilukada yang harus berakhir di Mahkamah
Konstitusi. Penyelesaian sengketa pemilukada di MK di satu sisi menunjukkan
bahwa kesadaran hukum masyarakat semakin tinggi, namun disisi lain membuktikan
bahwa masih banyak ”lubang-lubang hitam” penyelenggaraan pemilukada di republik
ini. KPU dan Bawaslu menjelaskan bahwa sebagian besar kasus pemilukada terkait
dengan politik uang (money politics), pengerahan PNS, intimidasi
dan kekerasan.
Ketua KPU Hafiz Anshary menjelaskan bahwa ada beberapa
permasalahan terkait pemilukada, seperti masalah regulasi dimana ada beberapa
pasal di dalam UU yang tidak mudah dilaksanakan. Adapula pasal-pasal yang tidak
sinkron antara UU yang satu dengan UU yang lain. Misalnya masalah sumber
pemutakhiran data pemilih. UU Nomor 32 Tahun 2004 jo. UU Nomor 12 Tahun 2008
tentang Pemerintah Daerah dengan UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang
Penyelenggara Pemilu. Menurut UU No. 32 Tahun 2004 pemutakhiran data pemilih
didasarkan pada data pemilih pada pemilu terakhir, sementara menurut UU Nomor
22 Tahun 2007, sumber data yang digunakan untuk pemutakhiran data pemilih
adalah data kependudukan dari pemerintah. Selain itu, anggaran pemilukada yang
berasal dari APBD juga banyak menimbulkan masalah seperti keterlambatan
persetujuan, jumlah yang tidak sesuai dengan kebutuhan, dan kesulitan pencairan
dengan berbagai alasan, tidak ada sanksi hukum bagi kepala daerah yang
mengulur-ulur anggaran sehingga menghambat proses pemilukada, kepengurusan
parpol yang lebih dari satu, pemecatan pengurus parpol di daerah di injure
time, pengusulan calon yang lebih dari satu, perbedaan pasangan calon
yang diusung antara pengurus parpol di daerah dengan pengurus pusat, pergantian
pasangan calon yang diusung didetik-detik terakhir masa pendaftaran atau
dipenghujung masa penyerahan perbaikan berkas, ijazah palsu, persoalan tes
kesehatan, dukungan ganda untuk calon perseorangan dan dukungan fiktif,
penyelenggara yang tidak netral, tidak profesional, penyelenggara yang terlibat
konflik kepentingan, putusan pengadilan yang berbeda atau melewati tahapan.
Misalnya perbedaan antara putusan Pengadilan Negeri dengan MK.
e-voting berasal dari kata electronic
voting yang mengacu pada penggunaan teknologi
informasi pada pelaksanaan pemungutan suara.
Pilihan teknologi yang digunakan dalam implementasi dari e-Voting sangat
bervariasi, seperti penggunaan kartu pintar untuk
otentikasi pemilih yang bisa digabung dalam e-KTP,
penggunaan internet sebagai sistem pemungutan suara atau pengiriman data,
penggunaan layar sentuh sebagai pengganti kartu suara, dan masih banyak variasi
teknologi yang bisa digunakan dewasa ini. Dalam perkembangan pemikiran dewasa
ini penggunaan perangkat telepon selular untuk memberikan suara bisa menjadi
pilihan karena sudah menggabungkan (konvergensi) perangkat komputer dan
jaringan internet dalam satu perangkat tunggal.
Kondisi penerapan dan teknologi e-voting terus berubah
seiring perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat. Kendala-kendala
e-voting yang pernah terjadi di berbagai negara yang pernah dan sedang
menerapkannya menjadi penyempurnaan e-voting selanjutnya. Salah satu segi
positif dari penerapan e-voting saat ini adalah makin murahnya perangkat keras
yang digunakan dan makin terbukanya perangkat lunak yang digunakan sehingga
biaya pelaksanaan e-voting makin murah dari waktu ke waktu dan untuk perangkat
lunak makin terbuka untuk diaudit secara bersama. Salah satu konsep penerapan
perangkat lunak adalah melalui Indonesia Goes Open Source (IGOS) dengan
diperkenalkannya aplikasi e-Demokrasi pada tahun 2007.
Terkait dengan Pemilu Nasional, CETRO juga pernah
mengusulkan Pemilu Elektronik pada tahun 2014 nanti dan dilakukan persiapan
sejak saat ini (Agustus 2009 ketika diusulkan). Keputusan MK tersebut memberi
jalan untuk Pemilu Elektronik pada tahun 2014 yang harus diawali dengan
selesainya Single Identity Number (SIN)
untuk seluruh penduduk Indonesia yang direncanakan selesai pada tahun 2011.
Tanggapan : pengusulan Pemilu Elektronik pada tahun 2014 sangat bagus,jangan sampai menggunakan itu semua menjadi ribet dan susah dimengerti untuk para pemilih